29.3 C
Jakarta
19, Mei, 2024
JurnalPost.comKolom OpiniKeadilan THR dalam Kesejahteraan Pekerja

Keadilan THR dalam Kesejahteraan Pekerja

Keadilan THR

Oleh: Andhika Wahyudiono*

JurnalPost.com – Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengeluarkan peraturan baru terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) melalui Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. SE tersebut menegaskan bahwa pelaku usaha wajib memberikan THR paling lambat satu minggu sebelum Idul Fitri 1445 H atau tanggal 3 April 2024. THR ini harus diberikan kepada semua pekerja, termasuk pekerja kontrak, pekerja dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), serta pekerja dengan sistem kemitraan seperti driver ojek online.

Menurut Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, pekerja dengan sistem kemitraan termasuk dalam kategori PKWT. Dia menekankan bahwa driver ojek online diimbau untuk memperoleh tunjangan hari raya. Meskipun mereka bekerja dalam sistem kemitraan, tetapi secara hukum mereka termasuk dalam cakupan SE tentang pemberian THR.

Terkait dengan pemberian THR bagi pekerja kontrak, aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tahun 2016. Aturan tersebut menjelaskan kategori pekerja berstatus kontrak yang berhak mendapatkan THR. Pertama, pekerja dengan status PKWT dan PKWTT yang telah bekerja selama satu bulan atau lebih secara terus menerus. Kedua, karyawan berstatus PKWTT yang mengalami pemutusan kontrak 30 hari sebelum hari raya. Terakhir, karyawan yang dipindahkan ke perusahaan lain dengan perhitungan masa kerja yang berlanjut, dan belum menerima THR dari perusahaan sebelumnya.

Pasal 3 Ayat (3) Permenaker 6/2016 mengatur dengan jelas dua hal utama terkait pemberian THR. Pertama, pekerja yang telah bekerja selama dua belas bulan atau lebih, akan menerima THR sebesar satu bulan upah berdasarkan rata-rata upah dalam dua belas bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Kedua, pekerja yang bekerja kurang dari dua belas bulan, akan menerima THR secara proporsional sesuai dengan masa kerja mereka. Hal ini mengindikasikan bahwa aturan tersebut memperhitungkan masa kerja pekerja dalam menentukan besaran THR yang akan diterima.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 tahun 2016 menjadi landasan utama dalam berbagai kebijakan terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia. Aturan ini menjadi acuan yang tetap berlaku hingga saat ini, mengatur hak dan kewajiban perusahaan serta pekerja terkait dengan penerimaan THR. Hal ini mencakup pula Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 yang baru-baru ini diterbitkan, yang juga mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam SE tersebut, dijelaskan bahwa pekerja yang telah bekerja selama dua belas bulan atau lebih secara terus menerus berhak menerima THR sebesar satu bulan upah. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada pekerja yang telah memberikan kontribusi secara konsisten dalam dunia kerja. Namun, bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari dua belas bulan, perhitungan THR akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan masa kerja mereka. Pendekatan ini memberikan keadilan bagi semua pekerja, tanpa memandang lama atau pendeknya masa kerja mereka dalam suatu perusahaan.

Sebagai ilustrasi, jika ada seorang pekerja yang baru bekerja selama satu bulan, maka besaran THR yang akan diterimanya adalah 1/12 dari total upah atau gaji yang dia terima. Pendekatan ini merupakan solusi yang adil dan proporsional, mengingat bahwa pekerja yang baru bergabung dalam suatu perusahaan juga berhak mendapatkan pengakuan atas kontribusinya, meskipun belum memiliki masa kerja yang panjang.

Selain itu, pendekatan proporsional dalam perhitungan THR juga memberikan insentif bagi pekerja untuk tetap produktif dan setia dalam bekerja di suatu perusahaan. Dengan mengetahui bahwa mereka akan menerima imbalan yang sesuai dengan masa kerja mereka, pekerja akan termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Ini sejalan dengan tujuan dari pemberian THR itu sendiri, yaitu sebagai bentuk penghargaan dan apresiasi atas kerja keras serta loyalitas pekerja terhadap perusahaan.

Selain itu, pemberian THR yang proporsional juga dapat membantu perusahaan dalam mengelola anggaran keuangan mereka dengan lebih efisien. Dengan menghitung THR berdasarkan masa kerja, perusahaan dapat mengalokasikan dana secara lebih tepat sesuai dengan kondisi dan kemampuan keuangan mereka. Hal ini dapat mencegah terjadinya beban keuangan yang berlebihan bagi perusahaan, terutama bagi perusahaan yang memiliki banyak pekerja dengan masa kerja yang relatif pendek.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa pemberian THR bukanlah sekadar kewajiban hukum bagi perusahaan, tetapi juga merupakan bentuk komitmen moral dan sosial terhadap kesejahteraan pekerja. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan untuk tidak hanya mematuhi ketentuan hukum yang ada, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam hubungan kerja mereka. Ini meliputi sikap transparansi dan keterbukaan dalam menginformasikan kepada pekerja mengenai hak-hak mereka terkait dengan penerimaan THR, serta memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja yang mungkin mengalami pelanggaran hak-haknya.

Secara keseluruhan, pendekatan proporsional dalam perhitungan THR bagi pekerja dengan masa kerja yang berbeda merupakan langkah yang tepat dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan perusahaan dan kebutuhan kesejahteraan pekerja. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan kerja yang harmonis dan produktif, di mana kedua belah pihak dapat saling mendukung dan memperkuat satu sama lain demi mencapai tujuan bersama yang lebih besar.

*) Dosen UNTAG Banyuwangi

Rekomendasi untuk anda

Jangan Lewatkan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini