28.4 C
Jakarta
14, Mei, 2024
JurnalPost.comKolom OpiniTransformasi Pembangunan Teknologi Informasi Dan Telekomunikasi (Tik) Sebagai Pilar Pengembangan Knowledge Based...

Transformasi Pembangunan Teknologi Informasi Dan Telekomunikasi (Tik) Sebagai Pilar Pengembangan Knowledge Based Economy

Miftahul Huda SH

Oleh: Miftahul Huda SH, Ketua Bidang Komunikasi & Informasi PW KAMMI Riau

Ayo #RaihMasaDepanBersamaTelkomUniversity

JurnalPost.com – Secara umum masyarakat yang berbasis pengetahuan (knowledge based society) terlihat dari caranya merespons berbagai permasalahan dengan cara pandang yang rasional dan bukan dengan mitos-mitos. Ciri masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) yakni pengetahuan dan informasi menjadi faktor penting dalam setiap proses menciptakan nilai tambah dalam masyarakatnya. Masyarakat dibangun untuk menciptakan, menyebarkan dan menggunakan pengetahuan (knowledge) untuk meningkatkan nilai tambah dalam peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa yang ada. ciri lainnya, telah terjadi perubahan cepat dalam pembangunan serta pengembangan teknologi, terutama Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (information and communication technology (ICT)) yang menjadi andalan bangsa dengan tingkat peradaban yang maju di dunia.

Salah satu pilar penting menurut PBB dalam mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) adalah Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT) sebagai fasilitas yang efektif dalam mendorong karya kreatif dan pengembangan serta cara memproses informasi. TIK juga sangat dibutuhkan dalam membantu penemuan-penemuan baru dan inovasi teknologi. Teknologi informasi dan komunikasi terdiri dari dua aspek, yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Keduanya saling berkaitan dan saling mendukung satu sama lain. Penggabungan keduanya telah memberikan banyak kemudahan bagi pemenuhan kehidupan manusia. Oleh karena itu, pembangunan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sangat penting dalam mendorong transformasi menuju ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy).

Hal ini juga dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bahwa salah satu tujuan dari teknologi informasi dan komunikasi adalah untuk mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Efisiensi yang diperoleh dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tentu memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi. Namun, kenyataannya kemudian adalah apakah pembangunan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia telah cukup memadai dan merata ke seluruh wilayah Indonesia?

Untuk menjawab pertanyaan ini, dapat kita telusuri dari beberapa data/indeks antara lain dari Indeks Pembangunan TIK (IP-TIK) yang dikembangkan oleh International telecommunication Union (ITU) dengan nama ICT Development Index. Dengan mengacu pada metodologi dari ITU tersebut, BPS kemudian melakukan perhitungan IP-TIK pada tingkat nasional dan provinsi. Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi (IP-TIK) merupakan suatu ukuran standard yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan TIK suatu wilayah pada suatu waktu. Selain itu, IP-TIK juga dapat mengukur kesenjangan digital serta menginformasikan potensi dalam rangka pembangunan TIK.

Badan Pusat Statistik (BPK) mencatat Indeks Pembangunan TIK (IP-TIK) Indonesia tahun 2019 mencapai 5, 32. Adapun provinsi dengan IP-TIK tertinggi pada tahun 2019 adalah DKI Jakarta, yaitu 7,31 sedangkan provinsi dengan IP-TIK terendah adalah Papua, yaitu 3,33. Dari data ini, dapat dilihat kesenjangan pembangunan TIK antar-daerah. Bahkan beberapa daerah di Indonesia belum bisa menikmati pesatnya perkembangan TIK. Walaupun indeks ini secara nasional meningkat dibanding IP-TIK 2018 sebesar 5,07, namun sesungguhnya penguasaan TIK Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara sekalipun. IP-TIK disusun oleh 11 indikator yang dikombinasikan menjadi 3 sub-indeks, yaitu sub-indeks akses dan infrastruktur, sub-indeks pembangunan, dan sub-indeks keahlian.

Menurut laporan yang dirilis internetworldstats pada Juni 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dalam jumlah pengguna internet tertinggi di dunia atau peringkat ke-3 di Asia setelah Cina dan India. Yaitu dengan jumlah penduduk Indonesia pengguna internet sebesar 143,26 juta jiwa atau sekitar 53% dari total populasi yang diperkirakan mencapai 269,54 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, tentu masih banyak penduduk Indonesia yang belum melek internet. Namun, dari jumlah itu, sebagian besar pengguna internet di Indonesia adalah untuk menonton televisi (baik streaming atau broadcast) dan mendengarkan musik streaming. Sementara negara dengan penetrasi internet tertinggi di Asia adalah Korea Selatan, yakni mencapai 95,1% dari total populasi. Artinya, hamper seluruh penduduk negeri Ginseng itu telah menggunakan internet. Negara dengan penetrasi internet terbesar kedua di asia adalah Jepang, yakni sebesar 93,51% dari populasi.

Penyebab belum meratanya perkembangan TIK di Indonesia terutama disebabkan karena belum meratanya pembangunan infrastruktur penunjang. Agara gerakan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy) terus berkembang, maka pembangunan infrastruktur telekomunikasi menjadi suatu keniscayaan. Pembangunan infrastruktur telekomunikasi harus diposisikan sama pentingnya dengan pembangunan infrastruktur fisik lainnya. Seperti jembatan, pelabuhan, jalan raya, dan listrik. Bahkan seharusnya menjadi prioritas yang lebih tinggi, karena merupakan prasyarat dalam membangun ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy).

Pemerintah melalui Badan Aksesibilitas dan Telekomunikasi dan informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo memang sudah melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Namun BAKTI hanya membangun sebagian kecil dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Itu pun yang dibangun baru sebatas backbone, karena dana BAKTI memang relatif kecil. Oleh karena itu, pemerintah perlu menggandeng swasta dalam mengejar ketertinggalan pembangunan TIK ini.

Dalam mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia juga dapat belajar dari keberhasilan negara-negara lain yang telah sukses dalam penguasaan teknologi dibidang informasi dan telekomunikasi. Berdasarkan pengalaman dari negara-negara lain dan studi literatur, ada beberapa komponen elementer penggerak sistem inovasi transformasi teknologi di bidang informasi dan telekomunikasi sebuah negara, antara lain adalah: (1) Membangun ekosistem inovasi transformasi teknologi informasi dan telekomunikasi yang kondusif dan efektif; (2) Sinergi dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, perguruan tinggi/lembaga riset, dan industri/dunia usaha yang sering disebut sebagai sinergi “Triple Helix”; (3) Pemberdayaan Masyarakat, agar ruang-ruang pengembangan inovasi transformasi teknologi informasi dan telekomunikasi menjadi semakin luas dan merata; serta (4) Pengembangan prioritas unggulan.

Sekalipun Indonesia dapat mencontoh negara-negara lain dalam mengejar ketertinggalan teknologi, namun pengembangan teknologi nasional tetap harus berbasis pada sistem nilai yang dianut oleh Bangsa Indonesia. Penguasaan teknologi terutama teknologi informasi dan telekomunikasi dalam rangka transformasi menuju (knowledge based economy) tentu saja harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila (paradigm Pancasila) serta tidak boleh tercabut dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia demi menumbuhkan dan mewujudkan kesejahteraan yang inklusif sekaligus menjadi bangsa yang mandiri, berdaulat, dan berdaya saing global sebagai kekuatan 5 besar dunia yang gemilang dan terbilang.

Ayo #RaihMasaDepanBersamaTelkomUniversity

Rekomendasi untuk anda

Jangan Lewatkan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini